Thursday, June 27, 2013

Dahlan: Birokrasi dan Hiruk Politik Kita

Oleh Agus Lenyot, November 21, 2012

Hari-hari terakhir jagat politik kita memang sedikit menghebohkan.

Semuanya berawal dari ucapan Dahlan Iskan dan Dipo Alam. Dahlan berucap, ada sejumlah anggota DPR yang kerap meminta jatah kepada perusahaan BUMN. Dia bahkan sudah menyebutkan ada sekitar 10 nama yang dia kantongi. Dipo Alam melaporkan tiga kementerian ke KPK. Indikasinya, ada praktek manipulasi anggaran lewat fraksi di DPR.
Sontak ucapan Dahlan dan Dipo Alam menuai polemik di gedung parlemen, tempat biasa aku liputan. Berbagai kecaman dari anggota DPR datang. Dahlan Iskan dan Dipo Alam ditantang untuk membuktikan ucapannya. Hanya Dipo yang akhirnya serius ke KPK. Kasus Dahlan, hingga saat ini hanya baru sampai di Badan Kehormatan DPR.

Sebenarnya kasak kusuk pemerasan oleh DPR kepada pemerintah sebenarnya isu lama. Dari zaman program pemerintah bernama Repelita hingga era reformasi. Bahkan cenderung menjadi rahasia umum. Hanya saja kali menghebohkan karena langsung diucapkan oleh seorang menteri. Ibaratnya, secara terang-terangan sang menteri menabuh perang.
Aku yang sehari-hari liputan di DPR kebagian juga hiruk pikuk ini. Termasuk menuliskan bantahan dari anggota DPR. Anggota DPR berang karena dituding korupsi. Bahkan mereka menantang balik agar dua menteri ini membuka borok di kementeriannya. Sederhananya: DPR ingin bilang, kementerian jangan sok suci.

Dahlan, seorang bos media dan pernah menjadi wartawan di media tempatku bekerja memang pandai melempar isu. Aku maklum. Pengalamannya bertahun-tahun di bisnis media membuat dia paham apa yang disukai media. Istilahnya: media darling. Tak heran, pemberitaan media mengenai pemerasan yang dilontarkan Dahlan ini lebih banyak ‘berpihak’ ke Dahlan Iskan.

Aku sendiri cenderung untuk berpikir sebaliknya. Aku tidak akan membantah di DPR banyak maling. Aku kerap menyebut, apa yang terjadi di layar kaca soal debat anggota DPR itu kepalsuan. Di belakang meja, mereka tertawa-tawa tanpa dosa kok. Tetapi, tentu saja tidak semua orang dari anggota DPR maling yang kerjannya merampok yang rakyat. Aku juga kerap melihat ada anggota Dewan yang serius bekerja untuk rakyat.

Sebagai wartawan peliput DPR, aku tidak akan membela institusi ini. Aku sama sekali tidak memiliki kepentingan untuk itu. Tetapi, kadang kita cenderung bersikap tidak adil terhadap lembaga ini. Aku tidak tahu kenapa. Bisa jadi karena, DPR diembel-embeli wakil rakyat dan proses untuk menempatkan orang-orang di sana melalui pemilihan langsung. Jadi, harapan kepada lembaga ini begitu besar. Akibatnya, sedikit saja lembaga ini melakukan kesalahan, hujatan akan datang bertubi-tubi.

Dalam konteks kasus Dahlan, aku juga ingin menyoroti bagaimana peran DPR. Harapan kita kepada DPR tentu tinggi. Sebabnya, anggota lembaga ini dipilih langsung oleh rakyat sehingga diharapkan bisa menjalankan fungsi kontrol kepada pemerintah. Tetapi nyatanya, kewenangan yang dimiliki oleh DPR disalahgunakan oleh segelintir anggota yang ternyata begitu punya kuasa. Segelintir anggota ini bisa mengendalikan teman-temannya untuk bersekongkol memanipulasi uang rakyat dlam pembahasan anggaran bersama pemerintah. Akibatnya, terjadilan kongkalikong anggaran.
Artinya, aku ingin membenarkan bahwa ada politikus kita yang busuk. Tetapi, apa yang menyebabkan politikus itu busuk? Karena ada peluang yang ditawarkan kepada mereka. Siapakah yang menawarkan peluang kebususkan itu? Tentu saja mitra DPR dalam membahas anggaran.

Jika kita mau membuka mata dengan lebih lebar, sebenarnya persoalan besar korupsi kita ya adanya di pemerintah. Aku pernah mendengar ucapan seorang anggota Dewan tentang audit terhadap kinerja keuangan pemerintah (Kementerian dan lembaga-lembaga di bawahnya). Mengapa banyak lembaga setelah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan mendapatkan wajar tanpa pengecualian, karena mereka pintar memanipulasi dokumen-dokumen. Birokrasi adalah seni memalsukan kuitansi. Itulah yang terjadi pada birokrasi kita. Selama ada kuitansi, selama itu pula manipulasi bisa dilakukan.

Pernahkah kita misalnya menggugat betapa tidak efisiennya birokrasi kita. Tidak efisien dalam arti, pertama dia gemuk secara organisasi. Karena dia gemuk, dengan hierarki yang bertele-tele dia akan menjadi lamban. Birokrasi menjadi tidak gesit. Kedua, birokrasi kita tidak memiliki target kerja. Akibatnya, standar pelayanan publik menjadi rendah. Ketiga, pengawasan terhadap mereka lemah. Siapa yang bisa mengawasi kinerja birokrasi termasuk keuangan mereka hingga detail? Inspektorat? Apakah ada laporan kepada publik selama ini bagaimana pengawasan terhadap birokrasi dari inspektorat? Saya nyaris tidak pernah mendengar.

Kita sering melihat banyak program di pemerintahan dijalankan hanya sekadar untuk menghabiskan anggaran. Tanpa rencana yang jelas, target dan bentuk kegiatan yang jelas sehingga output yang dihasilkan juga entah untuk apa. Pokoknya anggaran habis. Sebab jika anggaran tidak habis, kemungkinan besar tahun depan anggaran akan dikurangi.
Jangan heran, akhir tahun ada banyak program aneh-aneh yang kerap dilakukan pemerintah. Entah bimbingan teknis di luar kota, jalan-jalan dengan dalih studi banding atau iklan di media massa. Gunanya apa? Agar anggaran habis.

Aku adalah orang yang percaya birokrasi adalah lini penting bagi kemajuan bangsa ini. Nyaris setiap sisi hidup kita akan berhadapan dengan birokrasi. Itulah yang menyebabkan aku begitu sering berkoar-koar dengan bobroknya birokrasi. Perencanaan yang jelas, terukur dan akuntabel akan membuat jalan birokrasi efektif. Tetapi apakah semua lembaga pemerintahan menerapkan itu? Apakah semua peduli? Rasanya tidak. Bukan hanya untuk mencemooh tetapi agar bagaimana jalan pemerintahan dan republik tidak keluar dari jalur.
Kembali pada soal DPR dan Pemerintah.

Kebetulan aku pernah liputan di DPR dan sejumlah Kementerian. Diantara semua pos liputan yang pernah aku masuki, aku merasa di DPRlah yang wartawannya lumayan galak. Kita bebas bertanya apa saja sampai di anggota DPR marah. Aku beberapa kali merasakan dibentak narasumber karena memojokkan dia. Bahkan beberapa kali narasumber mencoba mempermalukanku di depan banyak orang. Tapi aku ya lempeng saja. Cuek bebek.

Bandingkan dengan di Istana misalnya, setiap pertanyaan wartawan diseleksi sehingga pertanyaan kritis bisa disisihkan. Di Kementerian, wartawan dijamu dengan baik. Ruangan wartawan dibuat senyaman mungkin, akhir tahun diajak gathering dan ada dana khusus yang dialokasikan kepada mereka. Aku sih berharap ini tidak menumpulkan naluri kritis wartawan tempat dia meliput. Di beberapa kementerian ada wartawan yang lumayan senior dan siap menjadi koordinator pembagi amplop. Begitulah.

Memperbaiki birokrasi memang tidak mudah. Butuh waktu, tetapi melempar bola apalagi kesalahan hanya kepada lembaga lain, seperti Dahlan ke DPR juga tidak baik. Birokrasi sudah merasakan enaknya selama puluhan tahun dalam rezim Orde Baru. Dimanjakan dengan banyak hal tanpa pengawasan karena DPR dibikin mandul. Ketika diubah secara mendadak, diawasi dari berbagai sisi, aku tidak heran birokasi meradang.

Apa yang dilakukan Jokowi Ahok bisa menjadi contoh.

DPR yang bersih kita perlukan. Sebab dialah lembaga yang akan mengawasi kinerja pemerintahan. Jika dihantam terus menerus, aku khawatir DPR akan bebal. Aku sih berharap, dukungan kepada DPR diberikan terus menerus. Kritik tentu saja perlu tetapi hanya membuat citra negatif juga tidak bagus buat masa depan negara kita.
Kecuali kita memang ingin, jagat politik hiruk pikuk seperti kasus Dahlan Iskan yang nggak jelas akhirnya kemana.


No comments:

Post a Comment