INOVASI TEKNOLOGI
Oleh Ahmad Arif
Selasa, 26
Februari 2013 http://cetak.kompas.com/read/2013/02/26/02265234/membentengi.negeri.bahari.
Laut yang mengepung Nusantara, selain membawa berkah berupa kekayaan
bahari berlimpah ruah, juga kerap membawa masalah. Salah satunya, hantaman
gelombang yang menggerus garis pantai Indonesia yang panjangnya mencapai 95.000
kilometer.
Dari puluhan ribu kilometer garis pantai di negeri ini, menurut data
Kementerian Pekerjaan Umum (2011), sekitar 20 persennya rusak akibat abrasi.
Kerusakan karena abrasi dapat mengancam lahan produktif, pariwisata, permukiman
warga, bahkan bisa menyebabkan bergesernya garis perbatasan dengan negara
tetangga.
Panjangnya garis pantai itu membuat perlindungan tak mudah. Selain
perlindungan alami mangrove, dibutuhkan breakwater atau pemecah gelombang
buatan, terutama untuk melindungi pelabuhan. ”Mangrove bisa melindungi garis
pantai, tetapi untuk melindungi pelabuhan, tetap butuh breakwater buatan,” kata
Aris Subarkah, peneliti pada Balai Pengkajian Dinamika Pantai-Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPDP-BPPT) Yogyakarta.
Selama ini, breakwater buatan yang dipakai Indonesia, teknologinya
diimpor. Misalnya, model tetrapod—dikenal sebagai lapis lindung beton pertama
di dunia—ditemukan di Perancis pada 1950. Dolos yang populer di Indonesia
ditemukan ahli Afrika Selatan pada 1963. Adapun A-jack teknologinya ditemukan
di Amerika Serikat pada 1998. Teknologi X-bloc ditemukan Belanda pada 2003 dan
coreloc-II ditemukan Amerika pada 2006.
Sekalipun terlihat sederhana, berupa susunan beton ditumpuk di pantai,
teknologi ini diimpor. ”Sebagai negara maritim, (Indonesia) ternyata belum
memiliki teknologi breakwater modern temuan ahli dalam negeri. Kita pakai
teknologi yang patennya dimiliki negara lain,” kata Aris.
Dan, beberapa teknologi breakwater ini tak cocok diterapkan di
Indonesia. ”Sistem tetrapod sebenarnya tak efisien dan sudah ketinggalan zaman,
tetapi masih dipakai. Mungkin karena patennya tak berlaku lagi,” katanya.
M Zuhdan Jauzi dalam Rancang Bangun Komponen Pemecah Gelombang
BPPT-lock dan Pengujiannya (2011) menyebutkan, banyak breakwater runtuh akibat
kesalahan desain atau kesalahan pembangunan karena tidak sesuai desain
teknisnya.
Zuhdan merupakan ketua tim peneliti BPDP-BPPT, yang sejak 2009 berupaya
menemukan desain breakwater baru yang lebih cocok dibangun di Indonesia dan
lebih ekonomis. Selain Zuhdan, beberapa peneliti BPDP lain terlibat dalam
pengembangan breakwater ini, yakni Aris Subarkah, Suranto, Sungsang Urip
Sujoko, Wahyu Hendriyono, Bambang Sumanto, Sapto Nugroho, dan Gatot Susatijo.
Inovasi desain
Aris Subarkah mengatakan, sebelum mendesain BPPT-lock, breakwater
temuan tim BPPT, langkah pertama adalah menggali kelebihan dan kekurangan
breakwater yang ada, meliputi klasifikasinya (tipe dan cara pemasangannya).
Selanjutnya, menentukan konsep desain terkait klasifikasi itu dengan
mempertimbangkan keunggulan teknis dan ekonominya.
Berdasarkan bentuknya, breakwater diklasifikasikan ke dalam beberapa
kelompok, yaitu kubus (cube, modified cube, antified cube, cob, shed), jangkar
ganda (dolos dan akmon), tetraeder (tetrapod, tetrahedron), kombinasi batang
(accropode, core-loc, A-jack), serta aneka bentuk lain (tribar, hollow square).
Sementara itu, berdasarkan ukuran dan beratnya, breakwater
diklasifikasikan menjadi masif (pejal, sangat besar), bulky (besar, gemuk), dan
slender (langsing, ramping). Dan, dari jumlah lapis dalam pemasangan di
lapangan, diklasifikasikan dalam lapis tunggal dan lapis ganda.
Setelah mempelajari berbagai desain, BPPT-lock dirancang merujuk pada
bentuk-bentuk kontemporer dan memenuhi klasifikasi unit lapis lindung lapis
tunggal, pola pemasangan acak, dan berukuran menengah.
Zuhdan menyebut, klasifikasi itu dipilih karena lapis tunggal memiliki
kelebihan, antara lain konsumsi beton rendah, proses produksi mudah dan murah,
serta penanganan mudah. Adapun pemasangan acak akan memudahkan dalam
pelaksanaan. Berukuran menengah karena pada tipe ini dimungkinkan optimalisasi
antara stabilitas hidrolik dan stabilitas strukturnya.
Keunggulan
Setelah penelitian dua tahun, akhirnya ditemukan struktur breakwater
berbentuk X yang memiliki stabilitas tinggi. Temuan ini diberi nama BPPT-lock
dan akhirnya mendapat sertifikat paten nomor: P00201000870 dari Kementerian
Hukum dan HAM Indonesia pada Agustus 2012.
Pengujian stabilitas hidrolik di saluran dan kolam gelombang BPDP-BPPT
Yogyakarta menunjukkan, desain ini memiliki nilai koefisien stabilitas hidrolik
cukup tinggi, yaitu nilai 17 untuk bagian badan (trunk) breakwater dan 13 untuk
bagian kepala (head) breakwater.
”Dari hasil uji stabilitas hidrolik, BPPT-lock terbukti memiliki
performa yang paling baik dibanding dolos, tetrapod, dan Xbloc,” kata Zuhdan.
Sementara itu, Sungsang Urip menyebutkan, selain kelebihan dalam aspek
teknis, BPPT-lock juga memiliki keunggulan ekonomi. Misalnya, untuk
membangunnya dibutuhkan beton lebih sedikit. Alasannya, desain ini bertipe
lapis tunggal sehingga cukup satu lapis saja dalam menutup breakwater. Selain
itu, juga memiliki koefisien stabilitas hidrolik yang besar sehingga dimensi
BPPT-lock relatif lebih kecil dibandingkan dengan unit lapis lindung lainnya.
Ia juga mengklaim desain temuan timnya mudah dibuat karena rangka besi
pengecoran hanya terdiri dua bagian simetris dan sistem mur-baut bekisting
sederhana. ”Dari segi pemasangan di pantai, BPPT-lock dapat dipasang secara
acak, namun untuk performa lebih baik dapat dipasang dengan pengaturan
sederhana,” katanya.
Lewat keunggulan teknis dan ekonomis, menurut Zuhdan, BPPT-lock layak
diterapkan pada bangunan pelindung pantai di Indonesia. Lebih dari sekadar
inovasi baru, temuan ini diharapkan meningkatkan kemandirian bangsa maritim
yang selama ini menggantungkan teknologi asing dalam membentengi lautnya.
No comments:
Post a Comment