Parpol Paling Bertanggung Jawab terhadap Praktik Korupsi
KOMPAS/RIZA FATHONI
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) J
Kristiadi, Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch, moderator Hendri
Satrio, dan politisi senior Siswono Yudo Husodo (kiri ke kanan) saat berbicara
dalam diskusi bertema Mengulas Dugaan Mengakarnya Budaya Kolusi di Lembaga
Tinggi Negara di Jakarta, Minggu (27/1).
Jakarta, Kompas - Praktik penyelewengan anggaran atau korupsi politik
sudah dirancang sejak tahap penyusunan ide sebuah program pembangun- an.
Korupsi sengaja dirancang untuk memenuhi kebutuhan keuangan partai politik
karena partai tidak memiliki sumber keuangan sendiri.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertema ”Mengulas Dugaan Mengakarnya
Budaya Kolusi di Lembaga Tinggi Negara” yang digelar Perhimpunan Profesional
Indonesia di Jakarta, Minggu (27/1).
”Kalau dulu korupsi sederhana, misal dengan me-mark up harga barang
dari Rp 100 menjadi Rp 110. Sekarang mark up lebih mahal dari nilai proyek,
bahkan korupsi sudah dirancang sejak dalam tataran ide. Jauh sebelum anggaran
direncanakan,” kata Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Siswono Yudo Husodo, salah
satu narasumber diskusi.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko, narasumber
lainnya, juga berpendapat bahwa korupsi sudah dirancang sejak awal. Sering kali
sebuah proyek sengaja didesain untuk dikorupsi bersama-sama.
”Jadi sudah dirancang proyeknya apa, siapa yang memperjuangkan
perencanaan anggaran, di daerah mana proyek akan dilaksanakan, sampai pada
siapa yang melaksanakan proyek,” ujarnya.
Menurut Danang, korupsi sengaja dirancang untuk membiayai kelangsungan
hidup partai politik (parpol). Parpol terpaksa melakukan korupsi karena tidak
memiliki sumber keuangan.
Berdasarkan catatan ICW, tidak ada satu parpol pun yang membiayai diri
dari iuran anggota. Selain itu, parpol juga tidak memiliki sumber pendapatan
lain yang legal. Karena itu, parpol membebankan biaya operasional kepada para
anggota fraksi mereka di parlemen.
Siswono membenarkan bahwa sumbangan dari anggota fraksi di parlemen
menjadi tulang punggung keuangan parpol. ”Dari sembilan parpol di parlemen,
tidak ada yang hidup dari iuran anggota. Backbone-nya adalah anggota fraksi,”
katanya.
Narasumber lain, J Kristiadi dari Centre for Strategic and
International Studies (CSIS) berpendapat, akar korupsi adalah ada kesesatan
dalam berpolitik. Para politikus serta parpol lebih mengedepankan politik uang
untuk mendapatkan kekuasaan sehingga setelah memperoleh kekuasaan, mereka
cenderung memanfaatkan kewenangan untuk menyelewengkan anggaran.
Perbaiki perekrutan
Baik Siswono, Danang, maupun Kristiadi sependapat bahwa parpol menjadi
pihak yang paling bertanggung jawab atas praktik korupsi politik. Pasalnya,
parpol merupakan mesin untuk memproduksi pejabat, baik anggota legislatif
maupun pemimpin di lembaga eksekutif dari tingkat pusat hingga daerah.
Siswono pun berharap semua parpol dapat memperbaiki pola perekrutan
calon pejabat negara, khususnya calon anggota legislatif (caleg).
”April, parpol harus menyerahkan DCS (daftar caleg sementara). Kalau
saja caleg yang diajukan adalah orang-orang baik, maka yang terpilih menjadi
anggota DPR adalah yang terbaik dari yang baik,” katanya. Danang mengusulkan
Komisi Pemilihan Umum membuat peraturan berupa kewajiban parpol untuk
menyerahkan laporan keuangan.
Di Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu, Ketua Umum PAN Hatta Rajasa
mengatakan, dalam penempatan caleg di semua daerah pemilihan, partai tetap
memberlakukan seleksi ketat dengan mengutamakan jejak rekam caleg yang tidak
pernah tersangkut kasus korupsi. (NTA/ILO)
No comments:
Post a Comment