Friday, July 5, 2013

Swedia, Pelajaran Berdikari

Sabtu, 6 Juli 2013



Jika suatu negara sungguh-sungguh ingin berdiri di atas kaki sendiri alias berdikari, belajarlah kepada Swedia. Negara di kawasan Skandinavia ini adalah negeri yang istimewa.
Negara yang berpenduduk sekitar 9,5 juta jiwa ini berubah dari salah satu negara miskin di Eropa menjadi salah satu negara termaju dan termakmur di dunia.
Swedia adalah negara yang tak pernah terlibat satu perang pun dalam 200 tahun terakhir, dan di era modern ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan kekuatan-kekuatan utama dunia Barat. Namun, negara itu tetap mempertahankan industri pertahanannya yang kuat.
Di saat industri dirgantara di negara-negara Eropa lainnya terguncang, Swedia masih memproduksi dan terus mengembangkan pesawat tempur Saab JAS-39 Gripen. Swedia adalah tempat kelahiran nama-nama besar industri manufaktur, seperti Volvo, Scania, Electrolux, Ericsson, dan IKEA.
Namun, negeri itu juga tak ”lupa” menelurkan nama-nama masyhur industri kebudayaan. Siapa tak kenal ABBA, Ingrid Bergman, The Cardigans, Stellan Skarsgard, Roxette, dan Yngwie Malmsteen yang semuanya dari Swedia itu?

Apa kunci semua itu? Salah satunya adalah inovasi. Mulai dari penemu dinamit Alfred Nobel sampai co-founder Skype, Niklas Zennstrom, Swedia seperti tak pernah kehabisan inovator ulung dari penduduk yang jumlahnya masih kalah jauh dengan penduduk Jakarta.
Tema inovasi, yang disebut sebagai ”Swedish Way”, itulah yang ditampilkan dalam resepsi Hari Nasional Swedia di Jakarta, 11 Juni silam.
”Ini merupakan kisah sukses Swedia. Seratus tahun lalu kami berada di antara negara miskin. Kami memiliki semangat mekanik yang kami kembangkan dengan sangat baik. Kami bisa mengembangkannya tanpa terganggu karena posisi netral pada Perang Dunia I, Perang Dunia II, sehingga pada akhir tahun 1940-an, kami tidak harus membangun lagi negara seperti sebagian negara lain di Eropa,” tutur Ny Ewa Polano, Duta Besar Swedia untuk Indonesia.
Menurut Polano, rahasia di balik kisah sukses itu adalah demokrasi yang stabil dan dukungan pemerintah kepada masyarakat, misalnya, dengan pendidikan bermutu tinggi yang gratis. ”Kami juga mengalokasikan banyak dana untuk penelitian dan pengembangan, (yakni) sekitar 3,6 persen dari GNP (produk nasional bruto),” imbuh duta besar yang sangat ramah itu.
Indonesia memiliki kesempatan emas untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari Swedia, pada saat hubungan kedua negara saat ini sangat baik. ”Hubungan kedua negara belum pernah sedekat seperti saat ini, yang merupakan berita baik. Swedia semakin menyadari dalam beberapa tahun terakhir betapa pentingnya Indonesia, sangat besar, sangat impresif dalam banyak hal,” kata Polano.
(ANTONY LEE/DAHONO FITRIANTO)




No comments:

Post a Comment