Wednesday, July 10, 2013

Korupsi Meningkat. Dukungan Politik ke KPK Hampir Tidak Ada



JAKARTA, KOMPAS — Meskipun berbagai upaya memberantas korupsi dilakukan, korupsi dinilai meningkat. Lembaga yang seharusnya memberikan pelayanan dan perlindungan justru memiliki integritas yang buruk. Diperlukan langkah besar untuk mempersempit lahan bagi koruptor.
Hal itu terlihat dari hasil Global Corruption Barometer (GCB) yang dilakukan Transparency International 2013 yang melibatkan 114.000 responden di 107 negara. Di Indonesia, survei mencakup 1.000 responden dengan populasi rumah tangga yang tersebar di Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, dan Bandung.

Di Indonesia, 72 persen responden menyatakan korupsi meningkat, 20 persen menyatakan kondisinya sama, dan 8 persen menyatakan menurun. Sebanyak 65 persen menilai upaya pemberantasan korupsi belum efektif dan hanya 32 persen yang menyatakan efektif.
Sekretaris Jenderal Transparency International (TII) Dadang Trisasongko pada acara peluncuran GCB, di Jakarta, Selasa (9/7), mengatakan, dari data survei bisa dilihat upaya pemberantasan korupsi belum efektif. Turut hadir dalam acara itu Ketua Pengurus Harian TII Natalia Soebagjo, Komisioner KPK Adnan Pandu Praja, Direktur Analisa Peraturan Perundang-undangan Bappenas Diani Sadiawati, serta Deputi VI Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Mas Achmad Santosa.
”Banyak inisiasi pemberantasan korupsi, tetapi dibandingkan masalah yang dihadapi, butuh dorongan kekuasaan politik yang jauh lebih besar. Sulit bagi pemerintah memperbaiki kondisi tersebut jika KPK misalnya terus diganggu dan reformasi lembaga- lembaga publik mengendur. KPK hanya mendapat dukungan dari masyarakat, sementara dukungan politik hampir tidak ada,” kata Dadang.

Kepolisian dan pengadilan

Natalia mengatakan, penilaian dalam survei didasarkan pada pengalaman responden yang berhadapan dengan berbagai pungutan ketika berurusan dengan lembaga, seperti kepolisian dan pengadilan.
Natalia menambahkan, dalam pemberantasan korupsi, perlu gerakan besar mempersempit lahan bagi koruptor. Masyarakat yang selama ini permisif harus diajak terlibat.
Adnan Pandu Praja menekankan faktor budaya untuk membangun budaya antikorupsi dalam masyarakat. Menurut dia, perlu kampanye kepada publik untuk membangkitkan keberanian, memberi tahu ke mana melapor, dan harus melibatkan semua pihak.
”Pemerintah pusat sudah mempunyai banyak rencana aksi, tetapi daerah tidak ada. Selama ini, instrumen pemberantasan korupsi hanya di pusat sehingga perlu dilakukan hingga ke daerah. Hal itu untuk memperkecil ruang gerak terjadinya korupsi,” katanya.
Diani Sadiawati mengatakan, hasil survei GCB 2013 akan dijadikan bahan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi. Meskipun demikian, ia merasa perlu tetap ada gerakan masyarakat sipil.
Mas Achmad Santosa mengatakan, kepemimpinan menjadi hal penting dalam upaya memberantas korupsi. Selain itu, perlu juga mendorong lebih banyak lagi semangat dari berbagai pihak untuk membenahi korupsi.(K12)



No comments:

Post a Comment