Oleh: Marwan Mas
Senin, 8 Juli 2013 http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000000938764
Indonesia Corruption Watch merilis sejumlah nama yang terdaftar sebagai
calon anggota legislatif pada Pemilu 2014. Dengan menguraikan beberapa
indikasinya, ICW sampai pada kesimpulan bahwa nama-nama tersebut diragukan
komitmennya dalam pemberantasan korupsi.
Ada nama yang disebut dalam persidangan menerima sejumlah uang. Ada
yang tercatat sebagai bekas terpidana kasus korupsi. Juga ada yang ingin
membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tentu ICW punya data yang dapat bermanfaat bagi rakyat. Rakyat pemilih
tentu berhak mengetahui rekam jejak para calon anggota legislatif (caleg).
Selain ICW, Komite Pemantau Legislatif Sulawesi juga merilis nama caleg yang
memiliki rekam jejak buruk. Para caleg yang mereka sebut ”caleg cumi” tersebut
di antaranya terlibat korupsi, melanggar HAM, pelecehan seksual, dan kekerasan
dalam rumah tangga. Termasuk juga mereka yang malas mengikuti sidang untuk
membicarakan nasib rakyat.
Caleg cumi dikhawatirkan tak membawa perubahan, tidak memberikan
perbaikan kehidupan bagi rakyat. Kita berharap agar Pemilu 2014 lebih baik dan
bermartabat, tidak sekadar dijadikan pesta demokrasi formalitas lima tahunan.
Juga tidak boleh hanya jadi momentum yang menandai babak baru perpolitikan,
tetapi miskin substansi dan kualitas.
Kepentingan umum
Caleg sewajarnya berintegritas dan jauh dari perbuatan tercela. Sebagai
wakil yang diharapkan memperjuangkan aspirasi rakyat, para caleg seharusnya
memiliki nilai lebih dari kebanyakan warga masyarakat. Kita respek pada partai
politik yang tegas tidak memberi tempat kepada sosok bermasalah untuk
dicalonkan. Sebab, bagaimana bisa bicara kepentingan rakyat jika suka korupsi,
melanggar HAM, dan membuat janji yang secara realitas tidak mungkin dipenuhi.
Dalam daftar caleg sementara, parpol peserta pemilu telah diberi
kesempatan melakukan perbaikan. Namun, tidak berarti tugas parpol dan KPU
selesai. Setidaknya mereka perlu mengapresiasi informasi ICW. Penyebutan nama
seperti yang dilakukan ICW tidak selalu bisa disebut penghinaan atau pencemaran
nama baik, seperti dimaksud dalam Pasal 310 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum
Pidana.
Hal yang dilarang dalam pasal tersebut adalah sengaja ”merusak
kehormatan atau nama baik seseorang”. Jika dilakukan dengan ”tulisan atau
gambar” disebut ”menista dengan tulisan (Ayat 2). Menghina atau mencemarkan
nama baik (R Soesilo, 1994:226) adalah merusak kehormatan seseorang dan hanya
dapat dihukum jika dilakukan dengan cara ”menuduh seseorang telah melakukan
perbuatan tertentu” agar diketahui publik. Artinya, pelaku memiliki niat jahat
(mens rea) merusak nama seseorang dengan menyampaikan sesuatu yang tidak benar
yang tak dikehendaki korban.
Namun, dalam Ayat (3) pasal tersebut ditegaskan, tak termasuk menista
dengan tulisan jika dilakukan untuk ”kepentingan umum”. Jika yang diungkap
bertujuan untuk membela kepentingan umum yang diperkuat dengan fakta, dengan
maksud agar rakyat mengetahui ada caleg yang akan dipilih tidak pantas karena
tak punya komitmen pemberantasan korupsi, atau malah diduga terlibat, maka bagi
yang menyampaikan kepentingan umum itu tidak dapat dihukum.
Setidaknya harus menunjukkan kekeliruan dan kelalaian bahwa secara
nyata caleg itu telah melakukan perbuatan tertentu sehingga wajar diketahui
pemilih. Terserah rakyat, apakah tetap akan dipilih atau tidak, yang penting
disampaikan rekam jejaknya tanpa ada maksud memfitnah atau mencemarkan nama
baik lantaran disertai fakta yang diperoleh secara benar.
Menolak caleg bermasalah, atau caleg tidak punya komitmen pemberantasan
korupsi menurut ICW juga pernah disikapi Wakil Ketua DPR Pramono Anung sebagai
cara untuk mengembalikan citra DPR di mata publik. Sebab, tidak bisa
dimungkiri, sejumlah kasus korupsi, tindakan asusila, dan malas ikut sidang
semakin memperburuk dukungan rakyat terhadap institusi parlemen.
Harus bersih
Tentu saja parpol punya tanggung jawab moral terhadap caleg yang
diajukan, termasuk mereka yang saat ini duduk di DPR. Akan lebih baik kerja
berat di awal daripada dihujat publik akibat ulah negatif anggota yang telanjur
lolos ke parlemen. Caleg bermasalah sebaiknya disingkirkan dari awal karena
pada akhirnya akan menjadi beban bagi parpol yang mengusulkan. Namun, harus
dilakukan tanpa pandang bulu dan berlaku bagi semua yang telanjur bermasalah.
Pemilu 2014 dipastikan akan diwarnai berbagai intrik, tetapi rakyat
tidak mungkin dikelabui lantaran sudah pintar dan amat kritis. Mereka sudah
tahu mana loyang dan mana emas. Setidaknya bisa memilah dan menduga mana caleg
yang bersih dan mana yang kotor, serta mana yang mampu memperjuangkan nasib
rakyat.
Ketimbang jadi beban yang akan merusak kredibilitas partai, sebaiknya
membiarkan rakyat menilai caleg yang telanjur didaftarkan di KPU. Kita ingin
rakyat tidak dipaksa memilih kucing dalam karung.
Marwan Mas - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas
45, Makassar
No comments:
Post a Comment