1. Letjen (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo :
Selama para pemimpin Indonesia
menganggap bahwa dengan dibicarakan persoalannya telah diatasi, ini semua hanya
wacana belaka. Sudah 5 th lalu Pres SBY di PT PAL bicara tentang cabotage yang
juga akan diterapkan di Indonesia. Tapi tak ada yang dilakukan untuk realisasi.
"Zo zijn onze manieren", kata
Belanda.
2. A Poernomo :
Negara kita adalah negara kepulauan
yg 2/3 wilayahnya adalah laut. Para pendekar hukum laut yg dimotori oleh Prof
mochtar kusumaatmadja (alm) dan Prof Hasyim Djalal (ayahnya Dino Patti Djalal,
Dubes kita di USA), berhasil memperjangkan UNCLOS (United Nations Convension on
the Law of the Sea) pada 1982 setelah melalui perjalanan panjang sejak 1959
(Deklarasi Djuanda). Kita meratifikasi UNCLOS pd th 1985, dan sejak itu sah-lah
negara ini sebagai negara kepulauan dg laut di antara pulau2nya merupakan
wilayah negara.
Namun sampai sekarang tetap saja
banyak politikus dan pemimpin nasional yg lebih menganggap bahwa negara ini
negara agraris, dan akibatnyua pembangunan selalui berorientasi ke darat.
Tengoklah postur APBN kita, berapa persen yg membiayai kelautan? Padahal, Prof
Rokhmin Dahuri menyatakan kalau Laut dikelola dg benar, akan dihasilkan devisa
800 milyar dollar per tahun, setara dg Rp 7200 trilyun atau 3x APBN kita. Laut
juga dapat menyerap 40jt tenaga kerja.
Ada 13 kementerian atau setingkat kementrian yg saat ini mendapat kewenangan mengelola sumberdaya kelautan, dan seperti biasa: Koordinasi dan Sinergi adalah barang mahal dan langka di negeri ini.
Ada 13 kementerian atau setingkat kementrian yg saat ini mendapat kewenangan mengelola sumberdaya kelautan, dan seperti biasa: Koordinasi dan Sinergi adalah barang mahal dan langka di negeri ini.
Azas cabotage tdk akan berjalan di
Indonesia, selama yg berbicara adalah kepentingan sektoral dan kepentingan
pemodal. Sama dg Koordinasi dan sinergi, menomersatukan kepentingan nasional
juga sudah menjadi sesuatu yg langka.
Selama masih seperti ini, maka Blue
Economy hanya sekedar wacana.
3. Joost Soenardjo :
Jenis kapal yang kita butuhkan bisa
dibagi dua, khusus untuk pelayaran diwilayah barat dan khusus untuk wilayah
timur.
Mengapa hasur dibagi dua?...karena
karakteristik dari jalur pelayaran yang dilalui berbeda.
Di wilayah barat, kita perlu kapal
yang lunasnya rendah....kapal jenis ini bisa masuk kedalam sungai-sungai besar di
Sumatera dan Kalimantan yang airnya tidak begitu dalam.
Sedangkan wilayah timur, kita
memerlukan kapal yang lunasnya kecil....kapal seperti ini, bisa masuk keteluk
celah, selat diantara dua pulau yang sempit..... di wilayah timur, banyak
pelabuhan alamnya...
Tinggal menentukan pelabuhan
pengumpul....seperti (jika di timur) Bitung, Ambon, Makassar.....di barat
Palembang, Banjarmasin, Samarinda dll
Kita bisa, jika kita mau.
No comments:
Post a Comment