MANAJEMEN
Jumat, 10 Mei 2013 http://cetak.kompas.com/read/2013/05/10/03413623/sebanyak.20.bumn.kurang.produktif
Jakarta, Kompas - Dari 142 badan usaha milik negara, sebanyak 20
di antaranya dinilai kurang produktif. Kinerja yang ditunjukkan badan usaha
milik negara tersebut sering kali tertinggal jauh dibandingkan dengan kinerja
perusahaan swasta yang bergerak di bidang usaha sejenis.
Demikian dituturkan Deputi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha BUMN Wahyu Hidayat saat ditemui
seusai seminar nasional bertema ”Strategi Global BUMN: Kajian BUMN Wilayah
Asia”, di Jakarta, Rabu (8/5).
Wahyu mengatakan, salah satu contoh BUMN yang kurang produktif tersebut
adalah Perum Produksi Film Negara (PPFN).
”Kinerja yang ditunjukkan PPFN bahkan kalah jauh dibandingkan rumah
produksi kecil di tingkat lokal,” ujarnya.
Jika memang kinerjanya terus memburuk, pemerintah mempertimbangkan agar
bidang usaha yang dijalankan 20 BUMN tersebut dialihkan untuk ditangani swasta.
Wahyu mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun Kementerian BUMN, laba
bersih dari BUMN saat ini memang terpantau terus meningkat dan saat ini
mencapai Rp 140 triliun. Kendatipun demikian, pencapaian ini masih kalah jauh
dibandingkan dengan laba perusahaan-perusahaan swasta asing ataupun BUMN milik
asing.
”Pencapaian laba BUMN Rp 140 triliun tersebut kalah jauh dibandingkan
laba yang dihimpun BUMN Malaysia, Petronas, selama satu tahun,” ujarnya.
Sebanyak 142 BUMN di Indonesia bergerak di semua sektor, mulai dari
sektor yang melibatkan kehidupan masyarakat miskin hingga masyarakat kelas
menengah ke atas. Tidak hanya laba bersih, peningkatan juga terjadi pada nilai
aset BUMN yang pada 2008 terdata Rp 1.900 triliun dan pada tahun 2012 mencapai
Rp 3.200 triliun. Nilai ekuitas BUMN dari sebelumnya Rp 502 triliun
menjadi Rp 818 triliun dan angka penjualan juga meningkat dari Rp 1.068 triliun
menjadi Rp 1.600 triliun pada 2012.
Selain itu, Wahyu juga mengatakan, tidak semua BUMN dapat merambah dan
menjalankan usaha di luar negeri. Hal ini terjadi karena banyak BUMN belum
mampu menjadi trader dan melihat peluang usaha di dunia internasional.
Seleksi ketat
Pengajar Manajemen Operasi Prasetiya Mulya Business School, Jakarta,
Henry Pribadi, mengatakan, membandingkan kondisi di Indonesia, Jepang hanya
memiliki lima hingga enam BUMN yang semuanya bergerak di bidang infrastruktur.
Sementara itu, Ketua Prasetiya Mulya Business School Djoko Wintoro
mengatakan, di China, pemerintah terlibat aktif membantu pengembangan BUMN,
terutama BUMN yang memiliki potensi untuk bergerak di pasar global. Pemilahan
BUMN tersebut juga melalui seleksi ketat. (EGI)
No comments:
Post a Comment