Sunday, June 30, 2013

Sebanyak 20 BUMN Kurang Produktif

MANAJEMEN



Jakarta, Kompas - Dari 142 badan usaha milik negara, sebanyak 20 di antaranya dinilai kurang produktif. Kinerja yang ditunjukkan badan usaha milik negara tersebut sering kali tertinggal jauh dibandingkan dengan kinerja perusahaan swasta yang bergerak di bidang usaha sejenis.
Demikian dituturkan Deputi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha BUMN Wahyu Hidayat saat ditemui seusai seminar nasional bertema ”Strategi Global BUMN: Kajian BUMN Wilayah Asia”, di Jakarta, Rabu (8/5).
Wahyu mengatakan, salah satu contoh BUMN yang kurang produktif tersebut adalah Perum Produksi Film Negara (PPFN).
”Kinerja yang ditunjukkan PPFN bahkan kalah jauh dibandingkan rumah produksi kecil di tingkat lokal,” ujarnya.
Jika memang kinerjanya terus memburuk, pemerintah mempertimbangkan agar bidang usaha yang dijalankan 20 BUMN tersebut dialihkan untuk ditangani swasta.
Wahyu mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun Kementerian BUMN, laba bersih dari BUMN saat ini memang terpantau terus meningkat dan saat ini mencapai Rp 140 triliun. Kendatipun demikian, pencapaian ini masih kalah jauh dibandingkan dengan laba perusahaan-perusahaan swasta asing ataupun BUMN milik asing.
”Pencapaian laba BUMN Rp 140 triliun tersebut kalah jauh dibandingkan laba yang dihimpun BUMN Malaysia, Petronas, selama satu tahun,” ujarnya.
Sebanyak 142 BUMN di Indonesia bergerak di semua sektor, mulai dari sektor yang melibatkan kehidupan masyarakat miskin hingga masyarakat kelas menengah ke atas. Tidak hanya laba bersih, peningkatan juga terjadi pada nilai aset BUMN yang pada 2008 terdata Rp 1.900 triliun dan pada tahun 2012 mencapai Rp 3.200 triliun. Nilai ekuitas BUMN dari sebelumnya Rp 502 triliun menjadi Rp 818 triliun dan angka penjualan juga meningkat dari Rp 1.068 triliun menjadi Rp 1.600 triliun pada 2012.
Selain itu, Wahyu juga mengatakan, tidak semua BUMN dapat merambah dan menjalankan usaha di luar negeri. Hal ini terjadi karena banyak BUMN belum mampu menjadi trader dan melihat peluang usaha di dunia internasional.

Seleksi ketat

Pengajar Manajemen Operasi Prasetiya Mulya Business School, Jakarta, Henry Pribadi, mengatakan, membandingkan kondisi di Indonesia, Jepang hanya memiliki lima hingga enam BUMN yang semuanya bergerak di bidang infrastruktur.
Sementara itu, Ketua Prasetiya Mulya Business School Djoko Wintoro mengatakan, di China, pemerintah terlibat aktif membantu pengembangan BUMN, terutama BUMN yang memiliki potensi untuk bergerak di pasar global. Pemilahan BUMN tersebut juga melalui seleksi ketat. (EGI)



No comments:

Post a Comment