Yudi Latif: Demokrasi di Indonesia Masih Inkonsisten
Senin, 8 Juli 2013 http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000000994996
JAKARTA, KOMPAS Tak peduli latar belakang ekonomi, tingkat pendidikan,
jenis kelamin, tinggal di kota atau di desa, semua warga mengungkapkan
ketidakpercayaan mereka terhadap moral para elite politik.
Penyebabnya terutama karena para elite itu gemar korupsi, hidup dalam
hipokrisi, dan menjadikan agama sebagai pencitraan.
Hal itu diungkap dalam survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dalam
rentang pengambilan sampel pada Juli 2013. ”Sebanyak 51,5 persen warga tidak
percaya elite politik memiliki komitmen moral yang baik. Hanya sebanyak 37,5
persen yang percaya elite politik memiliki moral baik,” kata peneliti LSI,
Rully Akbar, di Jakarta, Minggu (7/7).
Sisanya, 11 persen masyarakat, tidak tahu atau tidak menjawab. Teknik
sampling menggunakan metodemultistage random dengan 1.200 responden dan margin
error 2,9 persen. Survei dilakukan di 33 provinsi, dilengkapi dengan
penelitian kualitatif, metode analisis media, diskusi grup terfokus, dan
wawancara mendalam.
Jika dibandingkan penelitian 2005 dan 2009, tingkat ketidakpercayaan
publik terhadap moralitas elite politik terus meningkat, berturut-turut 34,6
persen dan 39,6 persen. Jadi, walaupun angka 51,5 persen pada tahun 2013 hanya
terpaut sedikit dengan yang percaya, tetapi memiliki grafik penurunan yang
curam dibandingkan sebelumnya.
Menurut Rully, merosotnya kepercayaan publik terhadap elite politik ini
akibat tiga hal. ”Tak ada elite yang bisa dijadikan teladan, banyak politisi
yang hipokrit, serta kontrasnya klaim keyakinan dan ajaran agama yang dianut
dengan perilaku elite politik,” ujar Rully.
Tak adanya teladan para elite ditandai dengan masifnya korupsi di segala
lini. Kasus-kasus besar yang sedang diungkap seperti Hambalang dan wisma atlet
makin menurunkan kepercayaan publik. ”Sebanyak 52,10 persen publik memiliki
persepsi para elite sudah tak bisa dijadikan teladan,” kata Rully.
Terkait hipokrisi, yaitu bertindak tak sesuai ucapan, tingkat
ketidakpercayaannya menyumbangkan paling besar. Sebanyak 65,30 persen publik
menganggap para elite politik benar-benar hipokrit. ”Mereka berbicara hal-hal
yang baik, tetapi tidak mempraktikkannya,” ujar Rully.
Publik juga memersepsikan para elite sering menggunakan agama sebagai
tameng dan pencitraan. Disparitas antara klaim ajaran agama dan perilaku para
elite semakin lebar.
Kejahatan korupsi
Pengamat politik dari Reform Institute, Yudi Latif, saat dihubungi Kompas berpendapat,
terjadinya sikap hipokrit di kalangan elite politik dipicu oleh rancangan
sistem demokrasi di Indonesia yang masih inkonsisten.
”Misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi yang diminta untuk memberantas
kejahatan korupsi. Namun, institusi demokrasi lainnya masih membiarkan partai
politik menggunakan biaya besar dalam kampanyenya,” tutur Yudi. (K06/AMR)
No comments:
Post a Comment