Sunday, July 7, 2013

Elite Politik Hipokrit

Yudi Latif: Demokrasi di Indonesia Masih Inkonsisten


JAKARTA, KOMPAS Tak peduli latar belakang ekonomi, tingkat pendidikan, jenis kelamin, tinggal di kota atau di desa, semua warga mengungkapkan ketidakpercayaan mereka terhadap moral para elite politik.
Penyebabnya terutama karena para elite itu gemar korupsi, hidup dalam hipokrisi, dan menjadikan agama sebagai pencitraan.
Hal itu diungkap dalam survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dalam rentang pengambilan sampel pada Juli 2013. ”Sebanyak 51,5 persen warga tidak percaya elite politik memiliki komitmen moral yang baik. Hanya sebanyak 37,5 persen yang percaya elite politik memiliki moral baik,” kata peneliti LSI, Rully Akbar, di Jakarta, Minggu (7/7).
Sisanya, 11 persen masyarakat, tidak tahu atau tidak menjawab. Teknik sampling menggunakan metodemultistage random dengan 1.200 responden dan margin error 2,9 persen. Survei dilakukan di 33 provinsi, dilengkapi dengan penelitian kualitatif, metode analisis media, diskusi grup terfokus, dan wawancara mendalam.

Jika dibandingkan penelitian 2005 dan 2009, tingkat ketidakpercayaan publik terhadap moralitas elite politik terus meningkat, berturut-turut 34,6 persen dan 39,6 persen. Jadi, walaupun angka 51,5 persen pada tahun 2013 hanya terpaut sedikit dengan yang percaya, tetapi memiliki grafik penurunan yang curam dibandingkan sebelumnya.
Menurut Rully, merosotnya kepercayaan publik terhadap elite politik ini akibat tiga hal. ”Tak ada elite yang bisa dijadikan teladan, banyak politisi yang hipokrit, serta kontrasnya klaim keyakinan dan ajaran agama yang dianut dengan perilaku elite politik,” ujar Rully.

Tak adanya teladan para elite ditandai dengan masifnya korupsi di segala lini. Kasus-kasus besar yang sedang diungkap seperti Hambalang dan wisma atlet makin menurunkan kepercayaan publik. ”Sebanyak 52,10 persen publik memiliki persepsi para elite sudah tak bisa dijadikan teladan,” kata Rully.
Terkait hipokrisi, yaitu bertindak tak sesuai ucapan, tingkat ketidakpercayaannya menyumbangkan paling besar. Sebanyak 65,30 persen publik menganggap para elite politik benar-benar hipokrit. ”Mereka berbicara hal-hal yang baik, tetapi tidak mempraktikkannya,” ujar Rully.
Publik juga memersepsikan para elite sering menggunakan agama sebagai tameng dan pencitraan. Disparitas antara klaim ajaran agama dan perilaku para elite semakin lebar.

Kejahatan korupsi

Pengamat politik dari Reform Institute, Yudi Latif, saat dihubungi Kompas berpendapat, terjadinya sikap hipokrit di kalangan elite politik dipicu oleh rancangan sistem demokrasi di Indonesia yang masih inkonsisten.
”Misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi yang diminta untuk memberantas kejahatan korupsi. Namun, institusi demokrasi lainnya masih membiarkan partai politik menggunakan biaya besar dalam kampanyenya,” tutur Yudi. (K06/AMR)



No comments:

Post a Comment