KAMIS, 18 JULI 2013 http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000001169656
JAKARTA, KOMPAS — Upacara adat sasi atau menutup perairan
selama kurun waktu yang disepakati menjadi kearifan lokal di kawasan timur
Indonesia. Upacara yang masih dijalankan hingga kini itu terbukti membawa
keuntungan ekonomi berkelanjutan bagi warga.
Hasil pembukaan sasi di Kampung Folley, Raja Ampat, Papua
Barat, beberapa waktu lalu, membuktikan hal itu. Masyarakat setempat menikmati
panen berupa lola (keong-keongan), bia (kerang), hingga
teripang dalam jumlah memuaskan.
Yohanes Fadimpo, tokoh masyarakat adat Kampung Folley di Kawasan Konservasi
Laut Daerah Misool, Raja Ampat, Rabu (17/7), saat dihubungi dari Jakarta,
mengaku memanen teripang (mentimun laut) senilai Rp 50 juta. Ini belum termasuk
nilai bia, lola, dan ikan.
Saat sasi dilakukan, tim monitoring The Nature
Conservancy (TNC) yang mendampingi masyarakat melakukan penghitungan dan
memberikan masukan terkait ukuran biota yang sebaiknya ditangkap. Masyarakat
disarankan menangkap biota dewasa dan telah bereproduksi. Ini dilakukan untuk
menjaga keberlanjutan biota itu.
Dari data yang diperoleh diketahui bahwa hasil tangkapan masyarakat
selama buka sasi untuk teripang mencapai 1.338 ekor dengan panjang
rata-rata 15-20 sentimeter. Selama sasi dibuka, 20 nelayan memanen 4
hari dengan rata-rata tangkapan 67 teripang per malam per perahu.
”Sejak tahun 2011, masyarakat adat di Kampung Folley berinisiatif
melestarikan sumber daya alam laut melaluisasi,” ujar Yohanes.
Direktur Program Kelautan TNC Indonesia Abdul Halim mengatakan, ”Ini
menunjukkan penerapan sasi dan zonasi memberikan nilai ekonomi tinggi
bagi masyarakat serta berperan penting untuk keberlanjutan perikanan
tradisional.”
Kampung Folley merupakan satu dari ratusan kampung di Raja Ampat yang
masih menjalankan sasi. Upacara serupa dilakukan oleh masyarakat di Papua
Barat dan Maluku.
Selain sasi, juga dikenal sejumlah contoh kearifan lokal yang
masih berjalan, seperti bapongka di Sulawesi Tengah, awig- awig di
Bali dan Nusa Tenggara Barat, serta ola nua di Nusa Tenggara Timur. (ICH)
No comments:
Post a Comment