Oleh: Suyanto
Senin, 8 Juli 2013 http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000000954836
Kurikulum 2013 pasti dilaksanakan di sekolah-sekolah di bawah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun ajaran baru ini pada
pertengahan Juli. Meskipun demikian, sekolah-sekolah di bawah koordinasi
Kementerian Agama belum akan melaksanakannya.
Kemenag tampaknya sangat mendengarkan saran para pakar pendidikan—juga
para tokoh masyarakat penyelenggara pendidikan swasta—di negeri ini agar
pelaksanaan Kurikulum 2013 terlebih dahulu diawali dengan mempersiapkan daya
dukung Kurikulum 2013. Hal tersebut terutama dalam bidang sumber daya manusia,
seperti guru, kepala sekolah, dan pengawas.
Perbedaan pandangan antara Kemenag dan Kemdikbud itu justru bagus,
dalam arti nanti bisa dinilai kisah suksesnya dalam mengimplementasikan
Kurikulum 2013. Penilaian tersebut nantinya akan bisa menjadi pelajaran
berharga manakala kita harus mengimplementasikan sebuah kurikulum baru.
Kurikulum 2013 memang belum disosialisasikan secara intensif; yang ada
baru uji publik melalui berbagai media dan forum pertemuan. Sosialisasi tentu
berbeda dengan uji publik. Sosialisasi lebih bersifat mengenalkan konsep yang
telah kuat dan siap dilaksanakan setelah melalui berbagai uji publik agar
konsep Kurikulum 2013 benar-benar telah mantap dilihat dari berbagai aspek.
Sebutlah aspek pedagogi, pendekatan, kesiapan buku, guru, kepala sekolah, alat
evaluasi, bahkan pemerintah daerah sebagai unsur pemerintahan yang akan
melaksanakannya di era desentralisasi seperti saat ini.
Pertanyaannya, apakah jika demikian Kemdikbud tidak mendengarkan
berbagai usulan dan kritik dari masyarakat? Kemdikbud juga mengakomodasi
berbagai saran dari berbagai pihak. Namun, saran untuk menunda pelaksanaan
kurikulum sampai tahun depan, sebagaimana yang telah diputuskan Kemenag, memang
tidak. Meski demikian, Kemdikbud rela menurunkan target pelaksanaan yang
awalnya sangat ambisius menjadi target yang sangat kecil dibandingkan dengan
cita-cita awal, yaitu 30 persen dari total SD serta seluruh SMP dan SMA/SMK.
Bila dilaksanakan, target itu akan melibatkan 44.606 SD, 35.596 SMP, dan 22.251
SMA/SMK, paling tidak 676.414 guru untuk ditatar dalam waktu singkat, serta
sekitar 78 juta buku harus dicetak dan didistribusikan.
Setelah melalui berbagai kritik baik yang pedas maupun yang halus dan
santun, akhirnya Kemdikbud sadar, cita-cita untuk melaksanakan Kurikulum 2013
secara masif tidaklah mungkin. Akhirnya, sampailah pada target yang sangat
lebih masuk akal dan realistis, yaitu hanya meliputi 6.325 sekolah untuk seluruh
jenjang (SD 2.598, SMP 1.436, SMA 1.270, SMK 1.021), dengan jumlah rombongan
belajar 14.805, jumlah guru hanya 55.762 orang, dan jumlah buku yang harus
dicetak dan didistribusikan turun drastis: tinggal 9.767.280 eksemplar.
Kunci sukses
Pertanyaan implementatif yang harus dijawab, siapa saja pemegang kunci
sukses terpenting dalam pelaksanaan Kurikulum 2013? Jawabnya: guru. Jadi, guru
merupakan unsur terpenting dari pemangku kepentingan pendidikan dalam konteks
implementasi Kurikulum 2013.
Karena itu, guru harus ditatar dan memang akan ditatar selama enam hari
kerja sebelum melaksanakan Kurikulum 2013. Siapa saja yang menentukan sukses
dalam pelatihan guru? Kunci sukses pelatihan guru itu akan terletak pada 60
narasumber nasional yang akan memberikan penyegaran kepada 372 instruktur
nasional. Kemudian, secara hierarkis 372 instruktur nasional itu akan
memberikan pelatihan kepada 3.036 guru inti.
Di tangan guru inti inilah, keberhasilan mengubah cara berpikir para
pelaksana Kurikulum 2013 akan bergantung. Pada lapis paling akhir, guru inti
tersebut akan melatih 6.325 kepala sekolah dan pengawas yang sekolah mereka
terpilih jadi target pelaksanaan Kurikulum 2013 beserta 55.762 gurunya
sekaligus.
Dari tugas pelatihan itu, yang penting adalah harus mampu mengubah cara
pandang guru untuk bisa berpikir dengan cara, metode, dan evaluasi yang baru
sesuai tuntutan Kurikulum 2013. Tugas paling berat ialah melatih para guru SD,
yang pada kurikulum baru ini mengalami perubahan pendekatan pembelajaran secara
signifikan: dari pendekatan bidang studi beralih ke pendekatan tematik
integratif.
Dalam proses belajar, orang selalu dilibatkan dalam tiga kegiatan
utama: to learn (belajar); to relearn (belajar kembali); dan to unlearn (melupakan). Dari tiga
kegiatan itu, yang paling sulit dilakukan adalah to unlearn. Guru SD bertahun-tahun memiliki pengalaman dan
pengetahuan lama mengenai kurikulum dengan pendekatan bidang studi. Tantangan
bagi guru inti ketika melatih mereka adalah mampu tidak mengubah cara pandang
guru SD dari pembelajaran bidang studi menjadi pembelajaran tematik integratif.
Pertanyaan itu adalah persoalan how
to unlearn dalam teori pelatihan dan pembelajaran modern. Hal itu jauh
lebih sulit dilakukan daripada how
to learn dan how to
relearn.
Pendampingan
Kalau pelatihan tidak bisa mengubah pola pikir dan cara pandang para
guru, katup pengaman terakhir terletak pada pendampingan di kelas ketika para
guru mengajarkan kurikulum baru nanti. Pendampingan akan efektif untuk
membelajarkan para guru dalam melaksanakan Kurikulum 2013.
Para pendamping nanti akan jadi model bagi guru pelaksana Kurikulum
2013 di kelas. Karena itu, tim pendamping Kurikulum 2013 yang terdiri atas
kepala sekolah inti, pengawas inti, dan guru inti akan menjadi katup pengaman
strategis bagi sukses implementasi Kurikulum 2013.
Apa lagi pemegang kunci sukses Kurikulum 2013?
Jawabnya adalah pengadaan buku.
Buku ajar, buku pedoman, dan juga buku mengenai dokumen kurikulum. Itu
semua sangat penting bagi guru yang akan melaksanakan kurikulum. Jika buku-buku
itu datang tidak tepat waktu, dijamin para guru akan panik dan tidak percaya
diri dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Karena itu, jangan sampai
distribusi buku mengalami keterlambatan seperti distribusi soal UN yang baru
lalu.
Suyanto - Guru Besar Universitas
Negeri Yogyakarta
No comments:
Post a Comment