REP | 11 November 2012
http://birokrasi.kompasiana.com/2012/11/11/bangsa-yang-besar-atau-kelihatan-besar-508277.html
Gegap gempita proklamasi yang
diperjuangkan para proklamator kita, yang baru baru saja mendapatkan gelar
pahlawan nasional mungkin sudah lama selesai. Agresi militer yang tak berperi
kemanusiaan itu kini mulai berganti dengan perdagangan internasional dan
pertukaran pelajar. Pencaplokan wilayah itu kini mulai berganti dengan sister
city dan berbagai nama lainnya, yang berguna untuk menancapkan pengaruh asing
jauh lebih dalam. Penguasaan lahan dan kerja rodi pun sudah berganti dengan
sistem kontrak karya. Tapi apakah penjajahan yang bersifat lebih lembut ini,
lebih lembut dari cambukan Belanda ratusan tahun silam?
Kita boleh berbangga sebagai
anggota G-20 dengan GDP 840 Milyar US Dollar, berpenduduk terbesar keempat
dengan gedung menancap kokoh di penjuru lahan dan kehidupan yang semakin
membaik. Kita boleh berbangga dengan negara kita yang tenang saja digempur
krisis moneter diluar negeri yang menghancurkan banyak perusahaan dan negara.
Tapi benarkah semua kebaikan itu baik untuk kita?
Hutang kita saat ini berada pada
posisi Rp. 2000 Triliun , sebuah angka fantastis dimana perbandingannya dengan
APBN tahun 2013 saja yang hanya berjumlah Rp. 1600 Triliun, yang tentu saja
hutang itu akan bertambah karena APBN ini tidak mungkin surplus, karena memang
dibuat begitu untuk ditilep sana sini. Kita lihat Dahlan yang semakin cemas
akan posisinya karena dipermainkan oleh oknum anggota dewan. Beliau menjadi
salah karena menjadi satu satunya orang yang melakukan hal benar.
Disaat subsidi untuk energi yang
semuanya memang disetorkan ke BUMN melesat hingga 400 Triliun tahun ini,
Pertamina berencana untuk menjadi sponsor sebuah klub besar di itali, AC Milan.
Menyusul kawan kawannya Garuda di Liverpool dan BNI di Chelsea. Semoga PLN
tidak menyusul.
Belum lagi carut marut korupsi
Hambalang yang sampai saat ini saja belum selesai, ditambah Century yang
melibatkan banyak oknum terutama untuk pemenangan pemilu 2009. Ditambah saat
ini proyek MRT yang diindikasikan menguntungkan sebagian oknum tuan tanah dan
banyak lagi proyek gurem di daerah yang tidak jelas peruntukannya. Di daerah
pun bahkan sudah seperti siklus bahwa sesudah selesai menjabat , kpk menunggu.
Bahkan dengan hitung hitungan pun penulis berasumsi bahwa dengan korupsi
beragam proyek selama 5 tahun dan nantinya pasti hanya akan diperiksa pada satu
kasus yang hanya dipenjara selama maksimal 5 tahun. Dengan grasi presiden dan
pembebasan berkala selama 1/3 masa tahanan. Oknum tersebut hanya perlu 2 tahun
di penjara dan menyiapkan uang ala kadarnya untuk keluar masuk penjara. Yang
tentu saja sangat kecil dibanding korupsinya dan proyek proyeknya.
Pihak asing pun tidak segan segan
menyedot darah negeri ini yang sudah diambang kematian karena kekurangan darah,
masih banyak kontrak karya yang tidak seimbang, dan tidak pernah dibahas.
Bahkan untuk pembayarannya SBY sampai diberi gelar kesatria hanya untuk
memuluskan jalan agar salah satu perusahaan inggris tersebut tidak diutak atik
oleh pemerintah.
Olahraga yang biasanya menjadi
pemersatu bangsa pun tidak lagi bersatu bahkan dalam manajemennya. Ketika
timnas kekurangan pemain pun KPSI tidak mau melepaskan pemain pemainnya untuk
mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Dana dari Kemenpora pun belum
turun padahal ini sudah akir tahun dan piala dunia, atau piala AFF bila kita
sudah pesimis, ada di depan mata. Timnas saja carut marut apalagi liga yang
baru akan dimulai besok Januari, sangat jauh terlambat dibanding negara lain
bahkan Singapura , Malaysia , dan negara Asean lain yang sudah memulainya sejak
beberapa bulan yang lalu. Padahal bila ditelaah Persepakbolaan indonesia bisa
mendapat dana yang tidak sedikit dari mulainya liga di jadwal yang semestinya.
Mulai dari royalti dan berbagai macam sponsorship siap menyambut sepakbola
indonesia, untuk bangun dari tidurnya.
Perjuangan Belum Selesai
Indonesia memang negara yang
masih sangat dini, tidak perlu dibanding bandingkan dengan Cina yang sudah
mendirikan kekaisarannya sejak 221 SM , atau Amerika yang sudah merdeka sejak
tahun 1776. Tahun 1945 serasa masih kemarin, kita baru menyebut diri kita bangsa
indonesia sejak 67 tahun yang lalu. Dan era global yang dinamis ini menuntut
kita untuk setara atau bahkan melebihi bangsa bangsa besar yang telah lebih
dulu makan asam garam dunia ini. Layaknya seorang murid yang dituntut di
sekolah oleh semua guru untuk pintar semua pelajaran, bahkan lebih pintar
daripada gurunya.
Tapi setidaknya kita bisa belajar
dari sejarah dan tidak mengulangi segala kesalahan yang telah dilakukan bangsa
bangsa tersebut. Negara Amerika yang tersohor menjunjung tinggi hamnya pada
jaman awal kemerdekaannya masih berperang untuk mengusir kaum asli indian dari
tanahnya sendiri, bahkan rasisme itu sampai sekarang masih mengakar kuat. Cina
dan soviet pun sama sama pernah terjatuh , bahkan tak bisa bangun lagi karena
kasus korupsinya yang melibatkan segala unsur pemerintah di segala lini yang
akhirnya menghancurkan bangsa itu sendiri. Korupsi layaknya orang yang
mengambil jatah kesuksesannya di masa depan.
Kita bisa lihat negara sebesar
korea selatan yang ekonominya tak diragukan lagi, masih belum bisa untuk
mengharmoniskan hubungan dengan negara tetangganya , Korea Utara yang sampai
detik ini masih berstatus berperang karena hanya mengantongi perjanjian
genjatan senjata, bukan Treaty Peace. Mesir yang sudah berdiri sejak jaman
sebelum masehi dengan Firaun nya pun bisa tumbang seketika karena rakyat merasa
disingkirkan dan kebijakan pemerintah yang terlalu memihak kepada Barat.
Kita bisa belajar dari negara
jerman, yang bisa bangun lagi menjadi negara besar dua kali berturut turut, walaupun
dibebani biaya perang atas kekalahannya di dua perang dunia dan dimusnahkan
rata dengan tanah sebagai pembalasan dendam negara negara sekutu. Atau
Singapura negara kecil yang bendera bahkan asas negaranya mengambil 3 dari 5
sila pancasila kita bisa semakmur itu. Mengapa kita yang memiliki kelimanya
secara sempurna masih berjalan tertatih tatih sementara Singapura bisa
menginjak kita kapan saja?
Menurut saya , kita harus
mempunyai pahlawan kemerdekaan yang ketiga dan yang keempat. Yaitu Soekarno-Hatta
masa depan yang akan membawa perubahan Indonesia ke cita cita bangsa sebenarnya
, yang memajukan kesejahteraan umum , yang akan menjadikan bangsa indonesia ini
bangsa yang besar , bukan cuma kelihatan besar. Dan melepas taring bangsa asing
yang menancap kuat di negeri ini bahkan menancapkan pengaruh pancasila yang
bercita cita mulia ke seluruh penjuru dunia.. Bukan hanya berorientasi untuk
pencintraan dan prihatin seperti saat ini.
Salam Prihatin!
No comments:
Post a Comment